MOMO PROFIL

Minggu, 06 Mei 2012

KAPITALISME PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Pendidikan secara umum dapat dipahami sebagai proses pendewasaan sosial manusia menuju pada tataran ideal. Makna yang terkandung di dalamnya menyangkut tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah serta potensi atau sumber daya insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya (Insan kamil).
Praktik pendidikan kita belakangan ini, disadari atau tidak, telah terjebak dalam dunia kapitalisme. Penyelenggaraan pendidikan adalah bagaimana sekolah dapat menjual kharisma dan kebanggaan sebesar-besarnya sehingga banyak calon siswa membelinya. Penilaian atas kharisma dan kebanggaan sebuah sekolah sifatnya kapital sehingga pendidikan berbiaya mahal dapat dibenarkan.
Mahalnya biaya pendidikan di sekolah-sekolah kita belakangan ini (termasuk sekolah negeri), kini menjadi momok yang menakutkan. Mahalnya biaya pendidikan tersebut mengakibatkan semakin jauhnya layanan pendidikan (yang bermutu) dari jangkauan kaum miskin. Dampaknya akan menciptakan kelas-kelas sosial dan ketidakadilan sosial.
Salah satu budaya yang lahir dari masyarakat barat adalah pada akhir abad pertengahan yang masih sangat berpengaruh pada masyarakat modern dewasa ini adalah paham kapitalis, atau yang lebih akrab disebut kapitalisme. Kapitalisme sebagai sebuah budaya sekaligus sebagai ideology masyarakat barat, mulai sejak lahirnya sampai saat sekarang ini telah member pangaruh yang cukup besar terhadap segala segi kehidupan masyarakat, termasuk dalam hal ini segi pendidikan.
Kapitalisme dan materialisme adalah anak kandung dari moderinisasi, sehingga ketika modernisasi menjamah seluruh lapisan masyarakat. Maka mau tidak mau, kapitalisme dan materialisme juga ikut mempengaruhi pola pikir masyarakat. Akibat perubahan pola pikir ini terjadi perubahan yang sangat radikal atas cara pandang masyarakat terhadap pendidikan saat ini. Cita-cita luhur pendidikan yang begitu luhur saat ini telah terabaikan oleh masyarakat. Keinginan untuk melahirkan pribadi-pribadi yang memiliki kecerdasan emosional/spritual, kecerdasan intelektual serta memiliki keterampilan tereduksi sedemikian rendanya. Pendidikan pada akhirnya dilihat oleh masyarakat dari cara pandang materialisme dan kapitalisme.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan kapitalisme pendidikan?
2.      Bagaimana perkembangan kapitalisme pendidikan sekarang ini?
3.      Bagaimana dampak kapitalisme pendidikan sekarang ini?
4.      Bagamana solusi dari dampak kapitalisme pendidikan?
C.  Tujuan  Penulisan
1.      Untuk mengetahui maksud pengertian dari  kapitalisme pendidikan.
2.      Untuk mengetahui perkembangan kapitalisme pendidikan sekarang ini.
3.      Untuk mengetahui dapak kapitalisme pendidikan sekarang ini.
4.      Untuk mengetahui solusi dari dampak kaptalisme pendidikan.

BAB II
KAPITALISME PENDIDIKAN

A.      Pengertian Kapitalisme Pendidikan
Secara etimologi kapitalisme berasal dari kata kapital. Kapital berasal dari bahasa Latin yaitu capitalis yang sebenarnya diambil dari kata kaput (bahasa Proto-Indo-Eropa) berarti “kepala”. Arti ini menjadi jelas jika kita gunakan dalam istilah “pendapatan per kapita” yang berarti pendapatan per kepala. Juga masih memiliki arti yang sama, ketika dipakai dalam kalimat capital city (kota utama).
Lantas apa hubungannya dengan “capital” yang sering kita terjemahkan sebagai “modal”? Konon, kekayaan penduduk Romawi kuno diukur dengan seberapa banyak caput (kepala) hewan ternak yang ia miliki.  Semakin banyak kaput-nya, maka ia dianggap semakin sejahtera. Tidak mengherankan jika kemudian mereka mengumpulkan sebanyak-banyaknya kaput untuk mengembangkan usaha dan mengejar kesejahteraan. Maka menjadi jelas, mengapa kita menterjemahkan capital sebagai “modal”. Lantas, kita tahu bahwa ism mengacu kepada “paham”, “ideologi” yang maknanya sudah diterangkan di atas.
Secara terminologi, Kapitalisme berarti suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya dengan bebas untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Sementara itu pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untuk kepentingan-kepentingan pribadi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kapitalisme pendidikan terjadi apabila prinsip kapitalisme digunakan di dalam  sektor pendidikan, negara tidak membatasi kepemilikan perorangan di dalam sektor pendidikan, artinya satuan penyelenggara pendidikan dapat dikuasai oleh perorangan (sektor swasta atau aktor non negara), dimana segala kebijakannya diatur oleh sektor swasta tersebut. Pengelola sektor pendidikan (pihak swasta) ini, mulai bersaing antara satu dengan lainnya. Bagi pihak pengelola pendidikan yang memenangkan persaingan akan mendapatkan pengguna jasa pendidikan lebih banyak. Modal dari pihak pengelola sektor pendidikan pun akan masuk dan dapat diakumulasikan. Ketika  mengikat maka akan terjadi monopoli, sehingga penentuan harga (biaya pendidikan) tanpa ada penawaran dan permintaan terlebih dahulu dengan para pengguna jasa pendidikan. Pengelola pendidikan pun menawarkan harga (biaya pendidikan) tanpa memikirkan kemampuan dari pihak pengguna jasa pendidikan. Jelas hal ini akan merugikan bagi pihak pengguna jasa pendidikan, karena mereka tidak diberi kesempatan untuk menawar harga (biaya pendidikan). Akhirnya, akan muncul kesenjangan-kesenjangan bahwa orang yang kaya lah yang bisa mendapatkan pendidikan tersebut. Sedangkan bagi pihak pengguna jasa pendidikan yang kurang mampu, akan kesulitan dalam mendapatkan pendidikan tersebut.
B.       Perkembangan Kapitalisme Pendidikan di Indonesia
Sejak pertengahan decade-20 an, modernisasi pendidikan agama berlangsung demikian intens. Standarisasi system sekolah, pembakuan kurikulum, metode pembelajaran mengadopsi metode yang diterapkan oleh sekolah pemerintah, penerbitan buku-buku teks dilakukan oleh kaum modernis sendiri. Modernisasi pendidikan agama itu sesungguhnya sudah mewakili kecenderungan terhadap “sekularisasi”. Salah satu indikatornya adalah mata-mata pelajaran yang umum (sekuler) terus menerus membengkak dalam komposisi kurikulum lembaga pendidikan islam.
Perubahan system pendidikan islam itu, di ikuti perubahan system ekonomi pendidikan dengan mengadobsi system colonial belanda yang kapitalis, system pendidikan agama lewat surau dan pondok pesantren yang memperoleh dana dari shodaqoh yang diberikan oleh masyarakat, kini berubah menjadi madrasah yang harus dibayar oleh keluarga siswa masing-masing dengan bayaran yang sama tanpa mempertimbangkan tingkat ekonomi keluarga setiap siswa.
Perubahan mendasar lain adalah menyangkut kepemilikan lembaga pendidikan, jika pesantren atau surau itu adalah milik pendiri dan anak cucunya secara turun menurun, maka madrasah adalah milik organisasi yayasan atau pemerintah yang sudah ditentukan system manajemennya.
Madrasah atau sekolah yang dikelola oleh pemerintah dan yayasan sudah merupakan system pendidikan yang dikomersilkan. Setiap siswa yang masuk di sekolah tersebut harus membayar uang sekolah, sebagian dari dana tersebut dimanfaatkan untuk pemeliharaan lembaga, dan sebagaian yang lain digunakan untuk upah pengelola dana para guru.
Longgarnya persyaratan untuk mendirikan yayasan oleh pemerintah, menyebabkan menjamurnya lembaga-lembaga pendidikan swasta yang komersil, baik sekolah yang berhaluan umum, maupun madrasah dan pesantren modern, bahkan sampai pada tingkat perguruan tinggi. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut kadang terlihat sepi dalam hari-hari belajarnya tetapi setiap tahun mengeluarkan ijazah dalam jumlah yang banyak.
Dalam sistem pendidikan yang diterapkan di Brasilia pada masa Freire, anak didik tidak dilihat sebagai yang dinamis dan punya kreasi tetapi dilihat sebagai benda yang seperti wadah untuk menampung sejumlah rumusan/dalil pengetahuan. Semakin banyak isi yang dimasukkan oleh gurunya dalam “wadah itu, maka semakin baiklah gurunya. Karena itu semakin patuh wadah itu semakin baiklah ia. Jadi, murid/nara didik  hanya menghafal seluruh yang diceritakan oleh gurunya tanpa mengerti. Murid adalah obyek dan bukan subyek. Pendidikan yang demikian itulah yang disebut oleh Freiren sebagai pendidikan “gaya bank”. Disebut pendidikan gaya bank sebab dalam proses belajar mengajar guru tidak memberikan pengertian kepada para murid tetapi memindahkan sejumlah dalil atau rumusan kepada siswa untuk disimpan yang kemudian akan dikeluarkan dalam bentuk yang sama jika diperlukan. Peserta didik adalah pengumpul dan penyimpan sejumlah pengetahuan, tetapi pada akhirnya peserta didik itu sendiri yang “disimpan” sebab miskinnya daya cipta. Karena itu pendidikan gaya bank menguntungkan kaum penindas dalam  melestarikan penindasan terhadap sesamanya manusia.
Akibatnya sekolah adalah tempat untuk mendapatkan ijazah, karena ijazah adalah syarat utama untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini berimplikasi pada sikap dan prilaku baik masyarakat maupun peserta didik yang rela melakukan apa saja demi mendapatkan ijazah. Tradisi menyontek, plagiat, menyuap, membayar ijazah, membayar skripsi, dll lahir dari paradigma materialism ini.
Kalau penyelenggara pendidikan swasta yang melakukan pungutan biaya sesuai dengan keinginan mereka dari para peserta didik, mungkin hal itu masih bisa dianggap wajar, karena lembaga itulah yang menjadi sumber dana primer untuk pembiayaan segala aspek yang menggerakkan roda pendidikannya, termasuk biaya pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur sekolah dan para guru. Tetapi kalau yang melakukannya adalah sekolah-sekolah dibawah naungan pemerintah, ini yang menjadi masalah yang serius. Dan hal ini menjadi kenyataan dalam dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini, yaitu adanya kastanisasi pendidikan.
Inilah yang menjadi bagian kegelisahan dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini, karena pendidikan yang diharapkan menjadi agen dalam usaha untuk mencerdaskan seluruh bangsa Indonesia, tetapi kontaminasi oleh praktek-praktek pendidikan kapitalis, sehingga pendidikan yang diharapkan dapat membantu masyarakat dalam menemukan solusi terhadap berbagai persoalan-persoalan social bangsa, tetapi justru pendidikan itu sendiri yang sering menjadi persoalan social yang sulit diteukan solusinya, seperti persoalan biayanya, lingkungannya, sarana-prasarananya, kurikulumnya dan lain-lain.
C.      Dampak Kapitalisme Pendidikan
Kapitalisme pendidikan telah melahirkan mental yang jauh dari cita-cita pendidikan sebagai praktik pembebasan dan agenda pembudayaan. Dengan menjadi pelayan kapitalisme, sekolah saat ini tidak mengembangkan semangat belajar yang sebenarnya. Sekolah tidak menanamkan kecintaan pada ilmu, atau mengajarkan keadilan, antikorupsi, atau antipenindasan. Sekolah lebih menekankan pengajaran menurut kurikulum yang telah dipaket demi memperoleh sertifikat selembar bukti untuk mendapatkan legitimasi bagi individu untuk memainkan perannya dalam pasar kerja yang tersedia. (Illich, 2000).
Dunia pendidikan telah terlihat wajah buramnya. Pendidikan telah tercerabut dari makna filosofisnya. Guru kemudian menjadi sosok yang berwajah letih. Dan si murid menjadi makhluk yang antusias melakukan kekerasan. Mereka menjadi mangsa dunia industri dengan melahap semua produk yang disodorkan oleh iklan. Kompetisi dan globalisasi telah menciutkan dunia dari jangkaun manusia. Semua manusia modern saling berkopentisi melakukan akumulasi modal. Maka tak heran sekolah ibarat perusahaan katering yang menyediakan layanan menu enak dan siap antar untuk memenuhi kebutuhan perut. Semua sekolah berlomba untuk memberikan fasilitas yang lengkap, karena sekolah harus beradabtasi dengan iklim global.
Ada beberapa dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya kapitalisme pendidikan ini. Kebanyakan dampak yang ditimbulkan adalah dampak negatif. Di bawah ini beberapa dampak dari kapitalisme pendidikan yaitu sebagai berikut:
1.      Peran negara dalam pendidikan semakin menghilang.
Hilangnya peran negara dalam pendidikan, akan berdampak semakin banyaknya kemiskinan yang ada di negeri ini. Hal ini terjadi dikarenakan banyak anak yang gagal dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya.
2.      Masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial-ekonomi.
Hal ini terjadi karena pendidikan yang berkualitas hanya bisa dinikmati oleh sekelompok masyarakat dengan pendapatan menengah ke atas. Untuk masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah kurang bisa mengakses pendidikan tersebut. 
3.      Indonesia juga akan tetap berada dalam kapitalisme global.
Indonesia akan tetap berada dalam sistem kapitalis global pada berbagai sektor kehidupan terutama dalam sistem perekonomiannya. Hal ini sudah terbukti, bahwa kapitalisme tidak hanya berlaku pada sistem perekonomian, namun dalam sistem pendidikan pun saat ini sudah terpengaruh oleh kapitalisme
4.      Dalam sistem kapitalis, negara hanya sebagi regulator/ fasilitator
Pada sistem kapitalis ini, peran negara hanya sebagai regulator/ fasilitator. Yang berperan aktif dalam sistem pendidikan adalah pihak swasta, sehingga muncul otonomi-otonomi kampus atau sekolah yang intinya semakin membuat negara tidak ikut campur tangan terhadap sekolah pendidikan. Hal tersebut berakibat  bahwa sekolah harus kreatif dalam mencari dana bila ingin tetap bertahan. Mulai dari membuka bisnis hingga menaikan biaya pendidikan, sehingga pendidikan memang benar-benar dikomersilkan dan sulit dijangkau masyarakat yang kurang mampu.
5.      Pendidikan hanya bisa diakses golongan menengah ke atas.
Biaya pendidikan yang semakin mahal mengakibatkan pendidikan hanya diperuntukan bagi masyarakat yang mampu sedangkan bagi warga yang kurang mampu merasa kesulitan dalam memperoleh pendidikan.
6.      Praktik KKN semakin merajalela.
Biaya pendidikan yang semakin mahal membuat para orangtua yang memiliki penghasilan tinggi akan memasukan anaknya dengan memberikan sumbangan uang pendidikan dengan jumlah yang sangat besar meskipun kecerdasan dari peserta didik tersebut sangatlah kurang. Sehingga nantinya, uang akan dijadikan patokan lolos atau tidaknya calon siswa baru diterima di sebuah lembaga pendidikan.
7.      Kapitalisme pendidikan bertentangan dengan tradisi manusia.
Sistem kapitalis ini bertentangan dalam hal visi pendidikan yang seharusnya startegi untuk eksistensi manusia juga untuk menciptakan keadilan sosial, wahana untuk memanusiakan manusia serta wahana untuk pembebasan manusia, diganti oleh suatu visi yang meletakkan pendidikan sebagai komoditi.
Tidak ada dampak positif yang ditimbulkan akibat adanya sistem kapitalisme pendidikan ini. Semua dampak tersebut bermula karena adanya privatisasi yaitu penyerahan tanggung jawab pendidikan ke pihak swasta. Yang menyebabkan lembaga pendidikan dikelola oleh pihak swasta dan tentunya pemerintah sudah tidak ikut campur tangan dalam pengelolaan sistem pendidikan.
Disini peran pemerintah hanya sebagai regulator/ fasilitator dan kebijakan sepenuhnya diserahkan ke pihak swasta. Dari dampak-dampak yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa dampak akibat penerapan kapitalisme dalam sistem pendidikan di Indonesia menyebabkan pemerataan pendidikan kurang merata, karena masih banyak warga yang belum bisa mengakses dan mendapatkan pendidikan. Hal tersebut dikarenakan semakin mahalnya biaya pendidikan yang tidak dapat dijangkau oleh sebagian kalangan masyarakat. 
D.      Solusi Kapitalisme Pendidikan
Dari dampak-dampak tersebut ada beberapa solusi yang bisa diterapkan, guna untuk mengurangi terjadinya penerapan kapitalisme pendidikan. Secara garis besar ada dua solusi yang bisa diberikan yaitu:
1.    Solusi sistemik
Yaitu solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui bahwa sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalis yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Maka untuk solusi-solusi masalah yang ada khususnya yang ada hubungannya dengan  mahalnya biaya pendidikan, berarti yang harus dirubah adalah sistem ekonominya. Karena kurang efektif jika kita menerapkan sistem pendidikan islam dalam keadaan sistem ekonomi kapitalis saat ini. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi islam yang menyebutkan bahwa pemerintahlah yang akan menanggung segala pembiayaan negara. Seperti yang tercantum pada Undang-undang dasar 1945 pasal 31 ayat 2 yang berbunyi “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”, begitu juga dengan Undang-undang nomor 20 tentang Undang-undang sistem pendidikan nasional (USPN) pasal 46 yang menyatakan bahwa “pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat”. Hal ini berarti bahwa sumber pendanaan atau biaya pendidikan bukan hannya dibebankan kepada orangtua saja, namun juga menjadi tanggungjawab pemerintah. Sehingga yang diharapkan dari sini adalah bahwa pemerintah tidak hanya sekedar membuat peraturan ataupun perundang-undangan, namun pemerintah juga harus bisa merealisasikan dan mewujudkan hal tersebut.
2.    Solusi teknis
Yaitu solusi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan internal dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Bahwa secara tegas, pemerintah harus mempunyai komitmen untuk mengalokasikan dana pendidikan nasional dalam jumlah yang memadai yang diperoleh dari hasil-hasil eksploitasi sumber daya alam yang melimpah. Dengan adanya ketersediaan dana tersebut, maka pemerintahakan dapat menyelesaikan permasalahan pendidikan dengan memberikan pendidikan gratis kepada seluruh masyarakat pada usia sekolah dan yang belum sekolah baik untuk tingkat pendidikan dasar (SD-SMP) maupun pendidikan menengah (SMA).


BAB III
PENUTUP
Ø Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain :
1.      Secara etimologi kapitalisme berasal dari kata kapital. Kapital berasal dari bahasa Latin yaitu capitalis yang sebenarnya diambil dari kata kaput (bahasa Proto-Indo-Eropa) berarti “kepala”. Arti ini menjadi jelas jika kita gunakan dalam istilah “pendapatan per kapita” yang berarti pendapatan per kepala. Juga masih memiliki arti yang sama, ketika dipakai dalam kalimat capital city (kota utama).
2.      Kapitalisme pendidikan  terjadi apabila prinsip kapitalisme digunakan di dalam sektor pendidikan. Dalam sistem kapitalis ini negara tidak membatasi kepemilikan perorangan dalam sektor pendidikan, yang artinya bahwa satuan penyelenggara pendidikan dapat dikuasai oleh perorangan (sektor swasta atau aktor non negara), dimana segala kebijakannya diatur oleh sektor swasta tersebut dan pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator tanpa ada ikut campur dalam pengelolaan pendidikan.
3.      Penerapan sistem kapitalis dalam dunia pendidikan ini banyak menimbulkan dampak yang tidak baik bagi suatu negara. Salah satu dampak yang paling mendasar adalah biaya pendidikan semakin mahal yang menyebabkan tidak semua masyarakat bisa mengakses pendidikan, sehingga akan semakin sedikit kesempatan bagi warga yang kurang mampu dalam memperoleh pendidikan. Akibatnya, pemerataan pendidikan tidak akan bisa berjalan, karena masih banyak warga yang tidak mendapatkan kesempatan untuk menempuh jenjang pendidikan.
4.      Dalam sistem pendidikan yang diterapkan di Brasilia pada masa Freire, anak didik tidak dilihat sebagai yang dinamis dan punya kreasi tetapi dilihat sebagai benda yang seperti wadah untuk menampung sejumlah rumusan/dalil pengetahuan. Semakin banyak isi yang dimasukkan oleh gurunya dalam “wadah itu, maka semakin baiklah gurunya. Karena itu semakin patuh wadah itu semakin baiklah ia. Jadi, murid/nara didik  hanya menghafal seluruh yang diceritakan oleh gurunya tanpa mengerti.
5.      Akibatnya sekolah adalah tempat untuk mendapatkan ijazah, karena ijazah adalah syarat utama untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini berimplikasi pada sikap dan prilaku baik masyarakat maupun peserta didik yang rela melakukan apa saja demi mendapatkan ijazah. Tradisi menyontek, plagiat, menyuap, membayar ijazah, membayar skripsi, dll lahir dari paradigma materialism ini.
6.      Ada beberapa dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya kapitalisme pendidikan ini. Kebanyakan dampak yang ditimbulkan adalah dampak negatif. Di bawah ini beberapa dampak dari kapitalisme pendidikan yaitu sebagai berikut:
a.       Peran negara dalam pendidikan semakin menghilang.
b.      Masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial-ekonomi.
c.       Indonesia juga akan tetap berada dalam kapitalisme global.
d.      Dalam sistem kapitalis, negara hanya sebagi regulator/ fasilitator
e.       Pendidikan hanya bisa diakses golongan menengah ke atas.
f.       Praktik KKN semakin merajalela.
g.      Kapitalisme pendidikan bertentangan dengan tradisi manusia.
7.      Guna untuk menanggulangi dampak-dampak yang terjadi akibat kapitalisme ini ada dua solusi yang bisa digunakan yaitu solusi sistemik dan solusi teknis. Jika, kedua solusi tersebut bisa dijalankan, maka pendidikan di Indonesia pun juga akan semakin baik. Tidak hanya itu, diharapkan juga ada kerjasama dari berbagai kalangan masyarakat terutama pihak swasta yang menggunakan sistem kapitalis ini. jika negara ini semakin maju dan lebih baik terutama dalam hal pendidikannya, maka seharusnya mereka menerapkan undang-undang dasar 1945 yang mana isinya sudah sesuai dengan keadaan dan kondisi dari negara ini. seiring dengan adanya perkembangan zaman ini, dibutuhkan generasi-generasi bangsa yang mampu bersaing dikancah internasional. Jika bangsa ini masih banyak yang kesulitan dalam memperoleh pendidikan, bagaimana bisa negara ini bisa bersaing dengan negara maju yang lain.


DAFTAR PUSTAKA
 

Illich, Ivan, Bebaskan Masyarakat dari Belenggu Sekolah, penerjemah: A. Sonny Keraf, Yayasan Obor Indonesia : Jakarta, 2000.


Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, Jakarta: LP3S, 1972.


Paulo Freire, education for critical consciousnees, New York: Continum, 1981.